Di tengah hiruk pikuk kendaraan pemudik yang melintas di Jl Siliwangi, Semarang, Jawa Tengah, terdengar deru suara kendaraan yang jarang ditemui di Semarang. Suara itu berasal dari Bajaj milik Mulyono yang meliuk-liuk mencari celah di keramaian.
Mulyono adalah salah satu pemudik yang memanfaatkan moda tranportasi roda tiga tersebut dari Jakarta menuju Grobogan, Jawa Tengah. Setelah sampai di Jl Jenderal Sudirman, ia menghentikan laju bajajnya bernomor polisi B 1867 FZ untuk beristirahat dan menunggu rekannya yang juga mudik menggunakan Bajaj.
Mulyono mudik bersama keponakannya, Dulkhalid dengan membawa seabreg barang berupa televisi 20 inci dan sembako di jok belakang.
Selama perjalanan, ia dan keponakannya bergantian mengendarai Bajaj agar tak kelelahan. Perjalanan panjang tersebut dilakoninya menggunakan Bajaj karena dirasa lebih irit.
"Bensin dari Jakarta sampai Semarang Rp 95 ribu, kalau sama oli mesinnya total sekitar Rp 150 ribu. Kalau bus pasti sudah Rp 300 ribu," kata Mulyono saat ditemui di Jl Jenderal Soedirman, Semarang, Kamis (16/8/2012).
"Kita berangkat dari Jakarta pukul 17.00 kemarin," imbuhnya.
Mulyono mengaku perjalanannya menggunakan bajaj dari Jakarta terhitung lancar, hanya saja ia harus beberapa kali mengisi oli mesin karena tangki oli bajaj miliknya sudah bocor. Mengantisipasi kendala tersebut, Mulyono menyisipkan enam botol oli di barang bawaannya.
"Capek karena bawa banyak barang, tapi untung pakai Bajaj jadi bisa berhenti istirahat di mana saja," kata Mulyono sambil meregangkan otot pinggangnya.
Tidak lama setelah Mulyono beristirahat, datang dua Bajaj yang menghampirinya, salah satunya adalah Bajaj biru berbahan bakar gas yang ditumpangi Ahmadun, istri dan tiga orang anak. Ketiga Bajaj tersebut memang sengaja beriringan mudik karena kebetulan memiliki kampung halaman yang saling berdekatan.
"Kalau terpisah kami saling tunggu," kata Mulyono.
Dalam rombongan Bajaj tersebut nampak seorang anak kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah Teguh Satria, anak Ahmadun yang terlihat Sumringah di jok belakang Bajaj ayahnya.
"Senang, bisa berhenti kapan saja tidak seperti naik bus. Tapi kadang pusing dan mual soalnya goyang-goyang sedikit," ujar Teguh.
Setelah berkumpul dalam satu rombongan, tiga Bajaj tersebut kembali tancap gas meneruskan perjalanan. Mereka terlihat semangat karena 1,5 jam lagi mereka akan bertemu dengan keluarga besar di kampung halaman di Grobogan.
"Di belakang masih ada lima Bajaj lagi, sekarang mungkin baru sampai alas roban," tutup Mulyono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar